Minggu, 19 September 2010

jaipongan

Jaipongan merupakan salah satu bentuk kesenian, khususnya Seni Tari yang merupakan hasil revitalisasi kreasi baru. Jaipongan pada intinya diambil dari Tari Ketuk Tilu dan Bajidor telah ada lebih awal.

Keberadaan Jaipongan telah diakui masyarakat, tidak saja di Jawa Barat akan tetapi telah diakui pula keberadaannya di tingkat nasional dan cukup banyak orang asing yang menyukainya. Hal ini pada prinsipnya karena kesenian merupakan milik bersama dari suatu komunitas masyarakat, melalui nilai-nilai yang dikandungnya dari suatu bentuk seni tersebut. Jaipongan merupakan cermin kinerja seniman sebagai individu yang merupakan ekspresi pribadinya yang tidak lepas dari pengaruh lingkungannya.

Tari Jaipongan merupakan kreasi seni hasil olah cipta Gugum Gumbira yang pada saat ini telah menjadi milik masyarakat luas. Dalam Tari Jaipongan kita bisa melihat adanya suatu energi dan kebebasan bagi penonton maupun penarinya untuk mengekspresikan rasa berkeseniannya. Kebebasan bagi para penonton untuk ikut mengekpresikan dirinya, menjadi salah satu kekuatan Seni Jaipong.

Dengan adanya kebebasan dalam mencuatkan keragaman tersebut memungkinkan menggiring impuls-impuls baru yang menyeruak antara seniman dan masyarakat pendukungnya.

Pada kesenian Jaipongan terdapat dua penampilan. Pertama adalah kelompok seniman yang menyajikan materi tari yang ditata secara khusus untuk kebutuhan sajian tontonan atau pertunjukan (entertaiment). Hal ini tentunya harus dilakukan oleh penari-penari yang memiliki kemampuan tinggi melalui proses latihan secara intensif.

Sedangkan kedua Kelompok Penonton yang di daerah Karawang dan Subang disebut Bajidor, yang secara seloroh diasosiasikan dari akronim Barisan Jelema Doraka yang artinya barisan orang berdosa. Tetapi dalam pengertian lain adalah sekelompok penonton atau penggemar yang turut meramaikan suasana secara bersama yang ingin berpartisipasi didalam hiburan jaipongan. Mereka terdiri dari berbagai lapisan masyarakat yang memiliki latar belakang berbeda seperti petani, bandar sayur, pedagang, tukang ojeg, camat, lurah, guru dan sebagainya. Malahan kelompok perampok di daerah Pantai Utara (pantura) yang dikenal dengan nama Golek Merah dan Bajing Luncat di arena pertunjukan Jaipongan justru acapkali sering meramaikan suasana.

Mengingat Jaipongan ini keberadaannya tergantung pada masyarakat pendukungnya, maka kesenian ini terus berkembang dalam menemukan bentuk-bentuk baru. Hal ini dirangsang oleh tabuhan kendang secara dominan, sehingga membuat para penari maupun penonton tergelitik untuk ikut mengoyangkan tubuhnya untuk berjoget atau menari. Kelebihan-kelebihan itulah yang merupakan daya tarik sehingga semakin banyak masyarakat dan pihak yang berpartisipasi.

Daya tarik kesenian Jaipongan adalah kekuatan “bersenyawanya” antara seniman yang terdiri dari sinden (penyanyi), panjak/wiyaga (penabuh gamelan), dan penonton
(bajidor) serta yang punya hajat (kenduri). Maka terjadi komunikasi yang menggairahkan seniman dengan penonton .

sumber : sundaNet.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar